Generasi muda dinilai

Generasi muda dinilai
Generasi muda dinilai

SBO, Jakarta— Peringatan Hari Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli 2024 wajib menjadi pengingat bagi semua pihak. Bahwa generasi baru sebagai penerus bangsa memerlukan perlindungan untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangannya.

Hal tersebut diungkapkan Penasihat Senior Pusat Pengembangan Ekonomi Manusia Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (CHED ITB-AD), Mukhaer Pakkanna. Menurut Mukhaer, pertumbuhan mereka harus dijamin oleh semua pihak.

“Salah satu ancaman terbesar terhadap tumbuh kembang anak adalah kebiasaan merokok yang tidak hanya memperburuk kesehatan, tetapi juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan,” kata Mukhaer, Rabu, 24 Juli 2024.

Perlindungan, kata dia, patut diberikan kepada generasi muda, khususnya yang berusia di bawah 17 tahun. Hal ini sesuai dengan Pasal 28B ayat 2 UUD 1945.

Peraturan ini mengatur dan menjamin hak-hak anak, seperti hak untuk hidup dan hak untuk tumbuh dan berkembang. Lalu, hak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Mukhaer mencontohkan penelitian PKJS UI mengenai balita yang tinggal bersama orang tua perokok. Berat badan mereka rata-rata 1,5 kg lebih ringan dibandingkan anak kecil yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok.

Faktanya, sekitar 5,5 persen balita yang tinggal bersama orang tua perokok berisiko lebih tinggi mengalami stunting. Menurut WHO, angka stunting di Indonesia masih tinggi, melebihi 20%.

Keterlambatan belajar bisa menurunkan IQ di bawah 70. Lalu, 40 persen anak berisiko memiliki IQ antara 71-90.

“Orang tua tentu tidak ingin anaknya merokok. Sebaiknya anak dijauhkan dari media sosial yang mempromosikan rokok. Media sosial sangat berpengaruh dalam membuat anak tertarik mencoba rokok,” kata Mukhaer.

Survei Sosial Ekonomi BPS tahun 2021 juga menunjukkan sebaran pengeluaran rokok masyarakat melebihi beras. Rokok masih menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia.

Berdasarkan data kemiskinan BPS, kontribusi rokok filter terhadap garis kemiskinan di perkotaan sebesar 11,10 persen dan di pedesaan sebesar 10,48 persen.

“Data ini menunjukkan banyak masyarakat miskin yang mengonsumsi rokok. Namun bukan berarti masyarakat kaya tidak merokok, namun bagi mereka pengeluaran mereka untuk membeli rokok relatif kecil dibandingkan barang mewah lainnya,” imbuhnya.

LAPORAN HERU
error: Content is protected !!