Perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi DPA dinilai inkonstitusional

SBO, Jakarta— Feri Amsari, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand), menilai perubahan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) inkonstitusional. Perubahan ini bertabrakan dengan UUD 1945.

“Ini bertentangan dengan konsep konstitusi kita. Akibat amandemen tersebut, Bab IV UUD 1945 menyatakan DPA dihapuskan,” kata Feri, Jumat.

Feri menjelaskan alasan penghapusan DPA. Salah satunya adalah upaya membersihkan sistem presidensial.

“Ini membubarkan DPD dan memberikan kekuasaan kepada presiden melalui undang-undang untuk membentuk kerajaan nakal di bawah kekuasaan presiden,” jelasnya.

Ia pun mempertanyakan alasan perubahan nomenklatur yang terdapat dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ia menegaskan, perubahan ini tidak baik di akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Perubahan ini cukup aneh di era berakhirnya Presiden Jokowi,” ujarnya.

Sebelumnya, RUU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres telah disetujui sebagai usulan inisiatif DPR. Kesepakatan ini disimpulkan dalam rapat paripurna ke-22 masa sidang V Tahun Legislatif 2023-2024.

Salah satu revisi yang dimaksud adalah perubahan nomenklatur Wantimpres di Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pasal 7(1) revisi RUU tersebut menyatakan bahwa jumlah otoritas perlindungan data akan ditentukan berdasarkan kebutuhan Presiden.

Dewan Pertimbangan Agung terdiri dari seorang ketua yang merangkap anggota dan beberapa anggota yang jumlahnya ditentukan sesuai kebutuhan presiden, dengan mempertimbangkan efektivitas administrasi publik, tulis rancangan revisi undang-undang Wantimpres, seperti dikutip Swara. Bangsa Online, Kamis 11 Juli 2024.

TIM SBO
error: Content is protected !!