Memimpin dengan Sikap “SIWA”

Datuk Ramli Sutanegara
Datuk Ramli Sutanegara
Datuk Dr. H.A. Ramli Sutanegara, SH., MBA., M.Si
• Jurnalis Utama Dewan Pers dan Pembina Media SwaraBangsaOnline

Adab, norma, dan etika adalah nilai-nilai yang membentuk dasar kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan beradab. Ketiganya saling terkait dan memegang peranan penting dalam menjaga hubungan yang sehat. Ketika seseorang menerapkan nilai-nilai tersebut dengan konsisten, hubungan antarindividu akan lebih baik dan terjalin dengan penuh keharmonisan.

Sebagai seseorang yang telah meniti dan mengalami “Periode 3 Zaman” yaitu Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi, konsep di atas telah menjadi pedoman khusus bagi penulis dalam membina hubungan antar sesama, baik dalam konteks sosial dan politik, yang dirumuskan sebagai SIWA.

Dalam pustaka Hindu, Dewa Siwa dikenal sebagai salah satu dewa tertinggi dengan konsep negatif yaitu penghancur, perusak dan pelebur. Padahal sejatinya, Dewa Siwa merupakan dewa dengan kemampuan transformasi (perubah) dan regenerasi (pencipta ulang). Segala sesuatu yang usang dan tidak relevan, akan diubah oleh Dewa Siwa sehingga menjadi sesuatu yang baru dan lebih bermanfaat.

Dalam persfektif penulis, SIWA diartikan sebagai sikap Santun, Ikhlas dan Waspada. Tidak berbeda dengan penggambaran Siwa sebagai dewa yang di-ilustrasikan memiliki Trinetra (3 mata), 3 Sikap (Santun, Ikhlas dan Waspada) itu merupakan tiga “mata” yang wajib dimiliki  sebagai cerminan karakter dan integritas seseorang.

Dengan pengalaman sebagai wakil rakyat, baik dalam DPRD Provinsi maupun MPR RI, penulis meyakini bahwa dengan mengimplementasikan sikap SIWA  dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara, seorang figur calon pemimpin mampu menciptakan harmonisasi dalam hubungannya dengan rakyat, bisa meraih simpati publik akan visi dan misi yang diusungnya, dan dapat meminimalisasi timbulnya potensi konflik kepentingan (conflict of interest).

Sikap Santun

Santun adalah sikap yang menonjolkan tata krama dan sopan santun dalam pergaulan sehari-hari. Ketika seseorang menerapkan nilai santun, dia akan selalu berbicara dan bertindak dengan penuh kelembutan serta menghormati orang lain tanpa terkecuali. Sikap ini akan menjadi landasan dalam menciptakan lingkungan yang tenang dan damai dalam bermasyarakat.

Sikap santun adalah sikap yang menunjukkan kesopanan, hormat, dan kelembutan dalam berkomunikasi. Calon pemimpin yang santun mampu menghormati pendapat dan perbedaan, serta mampu berinteraksi dengan semua pihak tanpa memicu konflik.

Sikap Ikhlas

Ikhlas, atau ketulusan hati, menuntut seseorang untuk bertindak dengan niat yang murni tanpa pamrih atau kepentingan pribadi. Ketika individu bersikap ikhlas dalam setiap tindakannya, hubungan antarpribadi akan lebih jujur dan saling percaya. Ikhlas juga mengajarkan agar seseorang dapat menerima segala bentuk hasil dari usaha dengan lapang dada dan tulus hati.

Sikap ikhlas menjadi kunci utama dalam memilih pemimpin, karena calon yang ikhlas akan lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Sikap ini juga mencerminkan integritas dan kemampuan untuk bekerja tanpa pamrih demi kebaikan bersama.

Sikap WAspada

Waspada mengajarkan pentingnya kehati-hatian dalam bertindak dan berucap. Seseorang yang waspada akan selalu mempertimbangkan dampak dari tindakannya terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan waspada, seseorang dapat menghindari konflik atau kesalahpahaman yang mungkin timbul akibat kelalaian.

Sikap waspada menunjukkan kecermatan dan kehati-hatian dalam menilai calon pemimpin. Kita perlu waspada terhadap janji-janji yang terlalu muluk, retorika kosong, atau perilaku yang menimbulkan kekhawatiran terhadap integritas dan kapasitas seorang pemimpin.

Memimpin dengan Sikap SIWA

Dengan menerapkan nilai santun, ikhlas, dan waspada dalam kehidupan sehari-hari, individu dapat menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan penuh kasih sayang. Adab dan norma etika menjadi landasan yang kokoh dalam membentuk perilaku yang mulia dan bermartabat di masyarakat.

Konsep SIWA, telah menjadi pedoman hidup bagi penulis sejak aktif sebagai wartawan surat kabar di masa Orde Lama hingga sekarang. Bahkan Konsep SIWA selalu menjadi acuan bagi penulis dalam setiap karya pustaka (buku) yang telah diterbitkan agar karya tersebut tidak kehilangan “jiwa” bagi para pembacanya.

Itulah sebabnya, sikap ini seolah menjadi “kewajiban” bagi setiap individu yang berharap untuk menjadi calon pemimpin, karena hal ini sudah terbukti dan teruji dalam pengalaman kehidupan penulis.

Tidak ubahnya dengan kemampuan transformasi (perubah) dan regenerasi (pencipta ulang) yang dimiliki Dewa Siwa, penerapan sikap SIWA oleh pemimpin mampu membawa perubahan (transformasi) yang baik menjadi lebih baik dan bisa menciptakan regenerasi kepemimpinan yang mencakup pembangunan kemampuan dan peningkatan kompetensi para calon pemimpin agar dapat menghadapi tantangan masa depan.

Sikap SIWA menjadi landasan yang kokoh dalam membentuk perilaku yang mulia dan bermartabat di masyarakat agar setiap individu dapat menjalani kehidupan dengan penuh keberkahan dan keberlanjutan. Dengan keberlanjutan, maka ritme dan irama kepemimpinan seseorang akan linier dengan kemauan dan keinginan rakyatnya sehingga bisa memberikan output positif dengan menjamin adanya kontinuitas dan inovasi dalam kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh para pemimpin.

SIWA sangat penting dalam menilai calon pemimpin politik, karena mencerminkan karakter dan integritas seseorang yang berpotensi memimpin suatu negara atau daerah. Ketika memilih calon pemimpin, mengacu pada sikap SIWA akan membantu masyarakat untuk membuat keputusan yang tepat dan memilih pemimpin yang benar-benar mampu memimpin dengan adil, jujur, dan bertanggung jawab.

error: Content is protected !!