Tersangka kasus korupsi properti Yayasan Rp10 miliar disidangkan

Tersangka kasus korupsi properti Yayasan Rp10 miliar disidangkan
Tersangka kasus korupsi properti Yayasan Rp10 miliar disidangkan

SBO, Palembang— Empat tersangka kasus dugaan korupsi properti Yayasan Batanghari Sumsel di Yogyakarta senilai Rp10 miliar akan disidangkan di Pengadilan Tipikor PN Palembang Senin, 1 Juli 2024.

Zurike Takarada selaku kuasa penjual, kemudian dua orang notaris Eti Mulyati, Derita Kurniati, dan satu orang pejabat BPN ASN Kota Yogyakarta bernama Nesti Wibowo.

Benar, hari ini dia mendampingi klien salah satu tersangka kasus korupsi harta benda Yayasan Batanghari Sumsel di Yogyakarta untuk sidang perdana di Pengadilan Negeri Palembang, kata Rizal Syamsul SH, kuasa hukum salah satu tersangka.

Sidang yang beragendakan pembacaan dakwaan ini akan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Sumsel di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor di PN Palembang.

Sidang yang digelar di ruang sidang utama Gedung PN Palembang ini akan dipimpin oleh majelis hakim Efiyanto SH MH.

Sedangkan untuk anggota panel yang akan mendampingi Ketua Hakim, ditetapkan Masriati SH MH sebagai hakim pertama dan Khoiri Akhmadi sebagai anggota kedua.

Sidang pertama dengan agenda pembacaan surat dakwaan akan digelar usai sidang pembuktian kasus Kredit Modal Kerja (KMK) tindak pidana korupsi di Bank BUMN Prabumulih.

Sementara pantauan di lapangan, tiga orang tersangka yakni Eti Mulyati, Zurike Takarada, dan Derita Kurniati hadir di ruang sidang utama tipikor PN Palembang.

Keduanya yang mengenakan kemeja putih tampak hadir didampingi keluarga dan tim kuasa hukum sembari menunggu persidangan kasus korupsi selesai.

Sementara itu, satu tersangka lainnya yang belum hadir di ruang sidang tipikor PN Palembang masih dijemput petugas Lapas di Lapas Tipikor Pakjo Palembang.

Sekilas, modus yang dilakukan para tersangka yakni Eti Mulyati dan Derita Kurniati merupakan notaris diduga melakukan akad jual beli dengan tersangka Zurike Takarada selaku perwakilan Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.

Sedangkan peran tersangka Nesti Wibowo adalah ikut serta dalam transaksi penjualan terkait pengurusan dan penerbitan sertifikat peralihan hak atas benda.

Seperti diberitakan Kejaksaan Sumsel sebelumnya, para tersangka kini ditahan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pengusutan kasus ini bermula dari sengketa tanah dan bangunan asrama mahasiswa yang terletak di Jalan Puntadewa No. 9 Wirobrojan Jogjakarta yang berlangsung sejak tahun 2015.

Seperti dilansir dari akun media sosial @pondok_mesudji, diketahui bahwa sesuai dengan namanya, Pondok Mesudji Lodge dibangun pada tahun 1952.

Asrama Pondok Mesudji dibangun dengan tujuan sebagai tempat penampungan sementara bagi mahasiswa asal Sumsel yang kuliah di beberapa universitas di Yogyakarta.

Diketahui pula, sejak berdirinya gedung Asrama Pondok Mesudji sendiri berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Batanghari Sembilan.

Namun seiring berjalannya waktu, tepatnya sekitar tahun 2015, oknum mafia tanah diduga memalsukan dokumen dan sertifikat yang mendasarinya.

Pada akhirnya, dugaan pembuatan dokumen dan sertifikat palsu berujung pada penjualan tanah dan bangunan asrama di Sumatera Selatan.

Berbagai proses hukum dilakukan, dan juga terjadi saling klaim antara pengurus Yayasan dengan pihak lain mengenai status kepemilikan tanah dan bangunan asrama mahasiswa Pondok Mesuđi.

TIM SBO
error: Content is protected !!