PEMILU, PEMILIH, PEMULA

PALEMBANG, – SBO.Com,-Di dalam negara yang menganut paham Demokrasi, maka Pemilu menjadi salah satu instrumen yang harus dipenuhi sebagai bukti pengejawantahan adanya kedaulatan rakyat. Di Indonesia, setiap warga negara yang telah mencapai persyaratan untuk memiliki hak pilih dapat berpartisipasi memberikan suara secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil, dan setiap orang memiliki hak yang sama yaitu satu suara.

Disinilah kemudian tingkat partisipasi masyarakat menjadi indikator penting dalam sukses atau tidaknya pemilu. Menurut Slamet (dalam Suryono : Teori dan Isu Pembangunan, 2001:124) partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat secara aktif dan berkegiatan serta pemanfaatan dan turut menikmati hasilnya-yang dalam konteks ini adalah pemilu.  Pada tahun 2019, pemilu dapat dikatakan sukses karena tingkat partisipasi masyarakat mencapai kisaran 81% (pileg dan pilpres) dan telah melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang hanya dipatok 77%. Sementara pada Pemilu 2014 hanya mencapai 75% (pileg) dan 69% (pilpres) dan untuk Pemilu 2024, KPU menargetkan angkat 82% dengan 204.807.222 pemilih. (kpu.go.id)

Dari jumlah tersebut terdapat 66,8 juta pemilih dari Generasi Milenial (lahir tahun 1980-1995) dan 46,8 juta pemilih berasal dari Generasi Z (lahir tahun 1996-2012) yang dikategorikan sebagai pemilih pemula. Gabungan keduanya, diklaim memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan Pemilu 2024 karena keduanya lebih teredukasi secara teknologi informasi dibandingkan dengan generasi di atasnya yaitu Gen X, Baby Boomer maupun Pre-Boomer.

Sebagai generasi yang mengalami perubahan zaman konvensional-modern menuju modern-digital, Generasi Milenial dan Gen Z memiliki intelegensi secara digital, lebih mahir menggunakan gagdet/smartphone dan senang berkolaborasi menggunakan media sosial dan internet. Dengan demikian  mereka dapat mengakses lebih cepat informasi dan berita yang ada sehingga tingkat pengetahuannya lebih tinggi dan oleh karena itu pula mereka memiliki kecenderungan untuk memilih, memilah dan menyaring informasi yang beredar.  Generasi ini secara psikologis termasuk dalam pemilih rasional dan secara politik mereka termasuk dalam tipe swing voters.

Berdasarkan data yang dirilis Kominfo jumlah swing voters terus mengalami kenaikan di setiap Pemilu. Dimulai dari 7,3 persen pada Pemilu 1999, 15,9 persen pada Pemilu 2004, 28,3 persen pada Pemilu 2009, dan 29,1 persen pada Pemilu 2014. Sebagai swing voters, mereka tidak loyal pada partai tertentu, caleg maupun pasangan capres cawapres tertentu melainkan lebih mengedepankan kualitas kandidat, program, visi misi, pencapaian serta janji-janji yang disampaikan yang dapat diukur secara akal sehat.

Kondisi ini menjadi catatan penting bagi pemerintah dan peserta Pemilu 2024 untuk memaksimalkan kinerja dalam menggaet simpati dari kelompok ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika swing voters ini kemudian tidak menemukan sosok calon pemimpin yang layak untuk dipilih (acknowledge) maka kemungkinan mereka akan beralih untuk golput dan tentu saja hal ini akan sangat merugikan bagi pelaksanaan Pemilu dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia. (OJIK)

Leave a Reply

error: Content is protected !!