BUDAYA MALU KORUPSI

PALEMBANG, – SBO.Com,-Penetapan Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Drs. Firli Bahuri, M.Si menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Prof. DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSI, MH menambah panjang barisan pejabat pemerintah yang terkait dengan kasus otoritas dan jabatan (penyalahgunaan kekuasaan) pada tahun 2024. Tidak diduga, lembaga anti rasuah yang didirikan dengan tujuan idealis untuk memberantas praktik KKN dan sejenisnya justru dicoreng oleh perilaku pimpinan tertingginya yang seharusnya menjadi role model sebagai “pintu utama pertahanan” dalam perilaku pejabat yang bersih dari penyimpangan, transparan, akuntabel, dan berintegritas.

Ada sebuah adagium (pepatah) dari abad ke-19 yang sangat terkenal di dunia politik yang disampaikan oleh Lord Acton (1833-1902), guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yaitu : “kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut benar-benar korup” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan sebuah “pintu masuk” bagi tindak korupsi.

Dalam perspektif budaya, korupsi menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma kejujuran, sosial, agama atau hukum. Korupsi sendiri digolongkan sebagai kejahatan berat karena tidak hanya mengganggu bahkan merenggut secara paksa hak ekonomi dan hak sosial masyarakat dan negara dalam skala besar. Hukuman yang diberikan justru tidak memberikan efek jera bagi pelakunya.

Menurut dosen Hubungan Internasional Universitas Negeri UPN Veteran Yogyakarta, DR. Ariesani Hermawanto, korupsi merupakan tindakan yang melanggar hukum dan berdampak merugikan kepentingan publik dan dapat berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga yang pejabatnya melakukan korupsi, serta kredibilitas dari lembaga tersebut akan mengalami degradasi dimana efektivitas kerja lembaga tersebut terganggu. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan waktu serta upaya yang tidak mudah untuk mengembalikan lagi kepercayaan masyarakat. Ditinjau secara norma dan moral, tindakan korupsi ini akan merugikan perasaan masyarakat karena jabatan yang seharusnya menjadi sebuah amanah telah disalahgunakan demi kepentingan sendiri dengan cara-cara yang melanggar aturan.

Senata dengan pendapat dari Tokoh pendidik yang juga pengurus NU Provinsi Sumatera Selatan, Ir. Ahmad Dailami Malik Tadjuddin. Dikatakan bahwa sesungguhnya korupsi adalah sebuah perilaku yang melambangkan tidak adanya kekurangan dalam adab. Orang yang memiliki ilmu tapi tidak disertai dengan adab maka hanya akan berujung pada kesombongan. Adab yang baik akan menjadi tameng untuk mencegah perilaku korupsi seseorang. Meskipun adab dan ilmu tidak dapat dipisahkan, namun sedikit adab lebih penting daripada mempunyai banyak ilmu. (OJIK)

Leave a Reply

error: Content is protected !!